PORMASI KONSEP KONSEP MATEMATIKA

BAB II

PORMASI KONSEP MATEMATIKA



ABSTRAKSI DAN KLASIFIKASI
Istilah “konsep” sering digunakan, tetapi tidak mudah untuk didefinisikan. Karena tidak ada definisi secara langsung dan tepat untuk mengartikan kata “konsep” itu sendiri. Konsep matematika adalah sebuah pengertian yang abstrak. Untuk dapat menangkap pengertian konsep tersebut akan dimulai dengan contoh-contoh. Pada  kasus perkembangan bayi masa pra-verbal dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama, seorang bayi yang berumur 12 bulan, ketika ia mendapati botol susunya yang kosong, ia merangkak menghampiri dua botol anggur yang kosong kemudian ia meletakan botol susunya di samping kedua botol tersebut. kedua, seorang bayi berumur 2 tahun, dia melihat bayi lain merangkak, kemudian membelai kepalannya dan menepuk-menepuk punggungnya. (dia melakukan ini karena dia melihat kebayakan orang lain memperlakukan yang sama kepada anjing, tetapi tidak pernah melihat sebelumnya perlakuan pada bayi yang lainnya).
Dari contoh kasus di atas dapat di simpulkan: pertama, mereka mengklasifikasikan sesuatu berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Kedua, memasangkan dari pengalaman mereka kedalam beberapa kelompok. Kitapun melakukan hal yang sama yaitu: kita mengambil pengalaman yang lalu untuk kita terapkan pada situasi saat ini. Aktivitas ini secara otomatis akan kita lakukan secara berkesinambungan atau terus menerus.

Pada tingkatan bawah, kita mengelompokan setiap kali kita mengenal sebuah objek sebagai salah satu yang telah kita lihat sebelumnya. Dan ternyata tidak semua pengalaman ini sama, sampai kita dapat mengetahui perbedaan–perbedaan itu secara nyata. Dari perubahan ini kita mengabstrasikan ke dalam keberagaman sifat dan sifat-sifat ini masuk kedalam ingatan kita dalam jangka waktu yang lebih lama dari pada sesuatu yang kita lihat secara sepenggal-sepenggal dari suatu objek. Seperti pada diagram berikut:

 





C1, C2, C3... Cn menggambarkan pengalaman-pengalaman yang terdahulu tentang sejumlah objek yang mempunyai kesamaan yang disebut Particular chair.  Dari sini kita mengabstrasikan sifat-sifat umum dari objek-objek itu seperti yang di tunjukan oleh C. Ketika sebuah abstraksi itu terbentuk maka pengalaman-pengalaman yang lain akan mudah untuk kita bedakan apakah pengalaman itu masuk kedalam abstraksi kita atau di luar abstrasi kita. Jika pengalaman itu diluar abstraksi kita, maka kita akan membuat abstraksi yang baru dan proses ini akan berulang-ulang. Sehingga kemampuan kita semakin cepat dalam melakukan abstraksi. Sebagai contoh: meja, karpet, lemari kita abstraksikan kedalam kelompok perabotan, tanpa melihat pertimbangan-pertimbangan yang lain. Penamaan dari pengkelompokan objek ini, mempunyai kelebihan atau kekurangan. Kita seharusnya bisa mengklasifikasikan suatu objek berdasarkan fungsi dan kegunaan, hubungan, waktu penggunaan dan mungkin juga berdasarkan simbol.
Berikut ini mungkin bermanfaat untuk menghubungkan beberapa istilah yang akan digunakan. Abstraksi adalah sebuah aktifitas berfikir secara sadar akan kesamaan-kesamaan diantara pengalaman-pengalaman kita. Klasifikasi adalah Pengelompokan pengalaman-pengalaman yang mempunyai kesamaan-kesamaan dari hasil abstraksi. Mengklasifikasi artinya mengumpulkan secara bersama pengalaman kita dengan dasar dari kesamaan. Sedangkan mengabstraksi berarti merubah sikap yang terdahulu sehingga menghasilkan pengalaman baru dalam mengelompokan suatu objek berdasarkan kemiripan sifat dari suatu kelompok yang telah terbentuk. Hal ini untuk membedakan abstraksi itu sebagai suatu aktivitas sedangkan mengabstraksi adalah hasil dari suatu abstraksi, dan rangkain aktivitas ini menghasilkan suatu konsep.
Konsep terbentuk dari sejumlah pengalaman yang memiliki kesamaan secara umum. Ketika konsep pertama terbentuk, kita bisa mengatakan contoh-contoh konsep tersebut. Sehingga semakin banyak pengalaman yang kita dapatkan semakin banyak pula konsep-konsep yang kita punya. Konsep-konsep setiap hari datang dari pengalaman sehari-hari dan bentuknya terjadi secara acak setiap waktu. Semakin  sering object yang ditemui, secara umum, konsep dengan cepat terbentuk; tetapi banyak faktor lain di tempat kerja, membuat statemen ini menjadi lebih sederhana. Salah satunya dengan kontras. Sebuah contoh yang berbeda dari lima contoh yang sama akan mudah diingat dan diabstraksi melampai ruang dan waktu. Dengan demikian penting untuk menanamkan suatu konsep dengan memberikan contoh suatu konsep dan contoh yang tidak termasuk konsep (non konsep).

PENAMAAN


Text Box: He told children to change the names of various object, and then asked them question about these objects. One child was told to call a dog by the word ‘cow’. He was then asked ‘has a cow horn?’ Child: ‘yes, it has.’ Experimenter: ‘but this  cow is really a dog.’ Child: ‘of course, if a dog is a cow, if it is called a cow, then there must be horn. Such a dog which is called cow must have little horn.’

Bahasa, sangat erat kaitannya dengan konsep dan formasi konsep. Beberapa orang menemui kesulitan untuk memisahkan sebuah konsep dari namanya. Perbedaan antara konsep dan penamaan adalah hal yang penting. Konsep adalah sebuah ide, sedangkan nama konsep adalah sebutan, atau sesuatu yang bisa ditulis, yang berkaitan dengan ide tersebut. Hubungan ini terbentuk setelah konsep terbentuk, atau selama proses konsep dibentuk. Dan kadang-kadang  kita tidak bisa membedakan antara nama dan konsep itu sendiri karena kaitannya yang sangat erat. Penamaan ini sangat penting untuk menghindari miskonsepsi atau salah pengertian dengan yang lain. Diberikan contoh menarik dari Vygotsky tentang cerita anak-anak yang memberi nama anjingnya dengan ”sapi”

Berhubungan dengan konsep, penggunaan nama dalam menghubungkan suatu objek menolong kita untuk mengklasifikasi, yaitu untuk mengenali suatu benda termasuk ke dalam kelas yang sudah ada. Penamaan dapat berperan secara maksimal, kadang-kadang penting, dalam pembentukan konsep baru. Jika nama yang sama muncul dari pengalaman-pengalaman yang berbeda, akan mempengaruhi kita untuk mengelompokkan pengalaman itu ke dalam satu pikiran kita dan kemudian mengabstraksi kesamaan ekstrinsiknya sehingga membantu kita untuk dapat memisahkan kelompok mereka sendiri-sendiri.

KOMUNIKASI KONSEP
Bisa kita lihat bahwa bahasa dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan sebuah konsep. Namun dapatkah bahasa digunakan untuk mempercepat mendefinisikan konsep yang sederhana secara verbal? pada keadaan tertentu hal ini sering dicoba. Perhatikan contoh berikut, misalnya kata “merah” dan bayangkan kita menanyakan  arti kata ini pada orang yang buta  sejak lahir. Arti dari kata itu adalah konsep yang terkait dengan kata itu, jadi tugas kita sekarang adalah bagaimana membuat orang tersebut mampu membentuk konsep merah dan menghubungkannya dengan kata merah.
Ada dua cara yang mungkin dapat kita lakukan, yaitu memberikan suatu definisi misalnya “merah adalah warna yang kita nyatakan sebagai panjang gelombang cahaya pada daerah 0,6 mikro”. Apakah sekarang dia mengerti konsep ’merah’? Tentu saja bukan. Sehingga definisi sia-sia untuknya, dan tak diperlukan untuk yang lain. Secara intuitif, dari kasus tersebut dapat diberikan contoh beberapa objek yang berhubungan dengan kata merah misalnya, diary merah, dasi merah, penjepit merah dan seterusnya. Dari dua cara tersebut pemberian contoh merupakan cara yang lebih tepat pada kasus ini untuk dapat menemukan konsep merah dan memperoleh pengalaman baru sehingga dapat mengabstraksi sifat-sifat umum dari merah. Di sini penamaan merah tidak dipakai.
Jika ada pertanyaan “apa artinya warna?” maka dengan mudah kita menyebut merah, biru, hijau, kuning, dan seterusnya yang disebut konsep. Jika dia telah memiliki konsep tersebut dalam pikirannya, kehadiran konsep tersebut dipikiranya tidak cukup maka kumpulan kata warna dari mereka yang mungkin, meskipun tidak dijamin proses ini adalah abstraksi. Penamaan sekarang menjadi faktor penting dari proses pengabstraksian.
Sekarang kita perlu membedakan antara dua macam konsep, yaitu konsep-konsep primer, yang berasal dari rangsangan misalnya merah, berat, panas, manis, dan lain sebagainya, dan konsep-konsep sekunder yang berasal dari pengalaman yang di abstraksikan dari konsep-konsep lain. Jika konsep A adalah contoh dari konsep B, maka kita katakan bahwa B setingkat lebih tinggi  dari pada A. Secara jelas jika  A sebuah contoh dari B, dan B dari C, maka C juga lebih tinggi tingkatannya dari B dan A. tingkat yang lebih tinggi di sini maksudnya adalah “diabstraksikan dari” (secara langsung atau tidak langsung).
Bahwa tingkatan diantara konsep-konsep dan susunan konsep, membuat kita mampu mengkomunikasikan sebuah konsep dengan definisi. konsep-konsep seperti warna, cahaya, hanya dapat dibentuk jika konsep konsep seperti merah, biru, hijau dan lain sebagainya telah terbentuk. Pada umumnya konsep konsep dengan tingkat tinggi tidak dapat dikomunikasikan dengan pendefinisian, tetapi hanya dengan menunjukkan contoh-contoh yang sesuai. Sedangkan konsep-konsep yang tingkatannya di bawah, lebih mudah mengkomunikasikannya dengan menggunakan definisi, misalnya terdapat pertanyaan “apa itu magenta?” maka kita dapat mengatakan magenta adalah warna antara merah dan biru, dengan biru lebih banyak daripada merah. Dengan catatan konsep merah dan biru telah terbentuk. Konsep magenta dapat terbentuk meskipun belum melihat warna yang sebenarnya.
Komunikasi konsep matematika lebih sulit, pada bagian penyampai dan penerimanya. Kita dapat menguraikan beberapa karakteristik konsep, mendis-kusikan bagaimana fungsinya, dan membangun pemahaman secara umum dari ide yang satu ke ide lain. bahwa matematika tidak dapat didefinisikan secara tepat, namun bisa dengan pemberian contoh-contoh.

KONSEP SEBAGAI WARISAN BUDAYA
Secara bertahap konsep dapat dibentuk dan digunakan, tanpa menggunakan bahasa. Kriteria dari konsep tidak dapat dinyatakan dengan nama tetapi ini tidak menunjukan indikasi pengelompokan data baru sesuai dengan kesamaan yang mana konsep itu akan terbentuk. Binatang berjalan dengan menggunakan akal mereka sehingga membentuk  konsep-konsep sederhana. Seekor tikus, dilatih untuk berjalan memilih kegelapan dari pada tempat terang. Yang membedakan antara manusia dan binatang lainnya adalah manusia menggunakan bahasa dalam menjelaskan konsep, walaupun implikasinya tak sebanyak kenyataannya. Jika kita memilih kata secara acak hampir selalu menemukan konsep yang tidak merupakan suatu objek atau pengalaman spesifik, tetapi sebuah kelompok.
Terdapat dua cara membangun suatu konsep. Pertama, konsep dapat terbentuk dari pengklasifikasian contoh-contoh perbuatan sehingga dapat digunakan untuk membangun suatu konsep. Kedua, dengan mendengar, membaca atau sebaliknya dengan memberi nama, atau simbol lainnya pada sebuah konsep. Binatang dapat melakukan dengan cara yang pertama, hanya manusia dapat melakukan dengan cara yang kedua.  Hanya dengan mengingat dari pengalaman panca indera kita, konsep dapat di organisasi dikelompokan bersama sebagai contoh konsep yang baru, sehingga dengan demikian semakin cepat abtraksi dapat di bentuk. Konsep berawal dari pengalaman-pengalaman, yang dapat disampaikan dengan bahasa yang merupakan kelebihan manusia daripada makhluk lainnya. Karena manusia diberikan kelebihan berupa kemampuan berfikir, sehingga dapat mengkomunikasikan konsep dengan bahasa. Bahasa diperlukan untuk menyusun dan menggunakan konsep tingkat tinggi, mengelompokan, membentuk kita secara ilmiah sehingga menghasilkan sebuah  warisan budaya.
Dengan sebuah konsep kita dapat mengetahui cara memproses data yang memungkinkan kita untuk menerapakan sepenuhnya pengalaman masa lampau yang berguna untuk masa kini. Tanpa bahasa setiap individu harus membentuk konsepnya sendiri langsung dari lingkunganya. Tanpa bahasa, konsep-konsep dasar tidak dapat secara bersama membentuk konsep tingkat tinggi. Dengan bahasa apapun, proses pertama dapat di percepat, dan kemungkinan juga yang kedua. Selebihnya, konsep masa lalu di abstraksikan dan secara perlahan di akumulasikan dari generasi ke generasi, siap kembali untuk membantu setiap individu baru membetuk konsep mereka sendiri. Ini yang disebut dengan conceptual system.
            Pembentukan conceptual system memungkinkan setiap individu dapat menemukan sebuah konsep untuk dirinya sendiri. Salah satu ciri orang yang tingkat kecerdasanya tinggi adalah mampu membentuk konsep-konsep dalam tingkat kesulitan yang tinggi.
            Pembentukan suatu system konseptual adalah sesuatu yang dikerjakan oleh setiap orang untuk dirinya sendiri. Proses itu dapat dipercepat asal materialnya tersedia. Hal ini dapat diibaratkan seperti seseorang yang ingin membuat kapal dari kayu yang sudah dipotong-potong menurut bentuk yang diperlukan, dengan keadaan dimana untuk membuat kapal seseorang harus mulai dari berjalan ke hutan, menebang pohon-pohon, menarik pohon-pohon itu ke rumah, membuat papan,menambang biji besi kemudian dileburkanya  untuk membuat kapak dan gergaji.
            Konsep dari orang-orang genius dapat diberikan pada orang biasa. Konsep gravitasi misalnya merupakan hasil studi bertahun-tahun dari seorang yang genius. Ternyata konsep ini bisa dipahami oleh ilmuwan-ilmuwan masa kini. Orang pertama yang membentuk konsep baru dengan tingkat seperti ituharus mengabstrasikannya sendiri. Jadi ia relatif tidak terbantu. Bahasa dapat dipakai untuk mengarahkan pikiran para ahli berikutnya, sehingga mereka mampu membuat penemuan yang sama dalam waktu yang lebih singkat, meskipuntingkat kecerdasan mereka tidak terlalu tinggi. Sebenarnya Newton bukanlah sama sekali tidak terbantu. Dengan rendah hati dia berkata: “kalau saya telah melihat agak jauh dari orang-orang lain itu adalah karena saya berdiri di atas bahu raksasa-raksasa. Yang dimaksud raksasa oleh Newton adalah struktur-struktur konseptual ahli-ahli matematika dan ilmuwan terdahulu yang sudah tersedia.
Dalam konteks ini konsep kegaduhan juga berguna. Dengan ini dimaksudkan, data-data yang tidak relevan untuk suatu komunikasi, belum tentu sama keadaannya dalam kondisi lain. Misalnya dalam waktu kita mendengarkan music, kemudian telepon  bordering. Dering telepon merupakan informasi bahwa seseorang memanggil kita. Tetapi ini merupakan kegaduhan dalam hubungannya dengan music. Semakin besar kegaduhan semakin sulit untuk membentuk konsep.

KEKUATAN BERPIKIR KONSEPTUAL
Pemikiran konseptual memberi kekuatan besar untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan membuat lingkungan agar menjadi bagian dari kita. Kekuatan konsep juga datang dari kemampuan untuk mengkombinasikan dan menghubungkan berbagai pengalaman berbeda dan kelompok berbeda. Semakin abstrak suatu konsep, semakin membangkitkan kekuatan kita untuk melakukan klasifikasi. Orang berkata “jangan terganggu dengan teori, berikan faktanya”. Kata-kata ini kurang tepat, karena kelompok data dapat digunakan dalam keadaan terbatas, sebuah teori dapat memungkinkan kita menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol menguasai sejumlah kejadian yang terkait dengannya.
Kontribusi lain dari kekuatan berfikir konseptual adalah berkaitan dengan pendeknya daya ingatan kita. Memory jangka pendek kita hanya dapat menyimpan rata-rata 7 kata atau simbol lainya dengan rentangan 7±3. Jelaslah bahwa semakin tinggi konsep yang diwakili suatu simbol, semakin banyak pengalaman yang terkandung didalamnya. Matematika merupakan yang paling abstrak, dan juga paling kuat untuk semua sistem teoritic, tetapi juga ekonomis, orang-orang  bisnis serta ahli selalu menggunakanya untuk pekerjaan mareka.
Meskipun matematika begitu potensial, banyak orang yang bersusah payah mencoba mempelajarinya namun kenyataannya hanya sedikit keuntungannya dan tidak mendapatkan kesenangan. Ini dikarenakan mereka tidak sungguh-sungguh dalam belajar matematika. Padahal sebenarnya ini merupakan  proses yang menyenangkan dan menarik, biarpun hal ini sukar untuk di percaya. Kebanyakan yang dihadapi siswa yaitu terdapat suatu aturan yang mesti dihafalkan, dan hampir tidak mempunyai arti. Ini tidak saja membosankan (karena tidak mengerti), tetapi jauh lebih sulit karena tidak terhubung dan membutuhkan kerja keras untuk mengingat dari pada struktur konsep secara menyeluruh.

MEMPELAJARI KONSEP MATEMATIKA
Setiap hari kita belajar dari lingkungan di sekitar kita, dan konsep-konsep yang kita dapati ketika belajar dari lingkungan sekitar kita tersebut tidak abstrak. Padahal, permasalahan mendasar tetapi juga merupakan kekuatan dari matematika adalah kehebatannya dalam meng-abstraksi dan menggeneralisasi, sebagaimana yang telah berhasil dicapai oleh generasi-generasi matematika terdahulu. Mereka memiliki kemampuan yang istimewa dalam meng-abstraksi-kan dan menggeneralisasikan konsep-konsep. Saat ini, kita tinggal belajar untuk mengolah dan menggunakan konsep-konsep matematika yang sudah ada, bukan lagi konsep-konsep yang masih mentah. Secara tidak langsung, ini merupakan keuntungan yang tak terkira, dimana seorang siswa bisa memperoleh pengetahuan tentang konsep dengan cepat, padahal konsep-konsep itu memerlukan waktu berabad-abad untuk mengembangkannya. Dapat juga menghadapkan kita pada suatu tantangan khusus.
Matematika tidak hanya bisa dipelajari dari kejadian-kejadian nyata sehari-hari, melainkan juga dari hal-hal yang secara tidak langsung kita alami. Bagian terpenting dalam mengajarkan matematika ialah bagaimana mengomunikasikan ide-ide matematika, dan tidak hanya menerima apa-apa yang tidak kita kuasai. Sebaliknya, yang sangat tidak diharpkan adalah terjadi ketakutan dan ketidak sukaan seumur hidup terhadap matematika. Biarpun prinsip–prinsip awal belajar matematika mudah dimengerti, namun untuk menyesuaikannya perlu berpikir keras. Ada dua prinsip dalam mempelajari matematika, antara lain ;
1)      Konsep yang lebih tinggi yang dimiliki seseorang tidak dapat dikomunikasikan kepada siswa hanya dengan sebuah definisi, melainkan dengan mengatur sedemikian rupa sehingga ia menemukan sejumlah contoh-contoh yang cocok.
2)      Dalam matematika, contoh-contoh selalu mendasari banyak konsep. Ini berarti bahwa contoh-contoh itu harus dikuasai di dalam pemikiran siswa  sehingga konsep-konsep itu dapat dikuasai oleh siswa
Pada umumnya, buku-buku teks dari dulu hingga sekarang tidak memperhatikan prinsip pertama. Hampir semua buku-buku teks memperkenalkan topik-topik baru tidak melalui contoh-contoh, melainkan dengan definisi-definisi yang disajikan secara singkat, padat dan tepat. Hal ini sangat mengagumkan bagi guru-guru yang sudah menguasai konsep tersebut, tetapi bagi siswa hal ini sangat menyulitkan.
Guru yang baik seharusnya membantu memahami definisi dengan memberi contoh-contoh  yang cocok. Contoh yang dipilih harus mempunyai sifat yang sama dalam membentuk konsep. Dengan kata lain, contoh-contoh itu harus sama cara peng-abstraksian-nya dan bila terdapat banyak sifat-sifat yang tidak relevan dengan konsep harus dihilangkan, atau lebih diteliti. Yang perlu diingat, sifat-sifat yang tidak berhubungan ini dapat dipandang sebagai noise, meski kita bisa mengatakan bahwa beberapa noise diperlukan dalam membangun sebuah konsep. Pada tahap awal, noise tingkat rendah bisa memperjelas konsep sampai mendetail. Bila konsep menjadi lebih besar, maka noise akan semakin meningkat dan semakin menuntut kita untuk dapat meng-abstraksi-kannya pada contoh-contoh yang lebih sulit, sehingga hal ini akan semakin mengurangi ketergantungan siswa kepada gurunya.
Dalam menyusun sekumpulan contoh yang cocok, dibutuhkan daya cipta dan pemahaman  yang mantap tentang konsep yang akan dikomunikasikan. Kemampuan ini harus dipunyai, dan dipergunakan, meski terkadang dimungkinkan adanya satu konsep pada taraf intuitif yang kita gunakan tanpa dengan sadar hal ini kita lakukan. Tetapi hal ini biasanya hanya meliputi konsep-konsep yang sederhana dan sering digunakan. Faktor lain adalah sukarnya suatu ide untuk dimengerti, meski perlu kita ketahui bahwa hal ini tidak selalu terjadi.
Sebagaimana contoh, ketika anak-anak di Afrika belajar Teorema Phytagoras. Mereka tidak mengalami kesulitan ketika melukiskan persegi pada sisi-sisi tegak segitiga siku-siku, tetapi ketika melukis persegi pada sisi hipotenusa mereka mulai mengalami kesulitan.
Dari prinsip kedua memahami matematika disebutkan bahwa dibutuhkan pengabstraksian lebih lanjut dari konsep-konsep yang sudah dimiliki sebelumnya. Untuk melakukan ini kita harus menemukan konsep-konsep pembantu, dan untuk setiap konsep pembantu harus ditemukan lagi konsep pembantunya, begitu seterusnya sampai ditemukannya konsep primer dari pengalaman yang dianggap telah diketahui. Bila hal ini telah dikerjakan, maka dapatlah dibuat sebuah rencana pembelajaran yang cocok, yang nantinya akan disajikan kepada siswa, misalnya bisa berupa tugas. Analisa konseptual ini melibatkan jauh lebih banyak kerja daripada sekedar memberikan definisi-definisi. Bila hal ini dilaksanakan secara konsisten akan memberikan hasil yang menggembirakan. Ide seperti ini, mula-mula baru diajarkan di Universitas, sekarang dianggap cukup sederhana sehingga sudah dikenalkan pada Sekolah Dasar. Contohnya topik mengenai himpunan dan korespondensi satu-satu. Sementara itu, ada topik yang dinggap elementer, setelah dianalisa ternyata berisi ide-ide yang sebagian besar belum dikuasai oleh guru, seperti pada topik pecahan.
Ada dua konsekuensi lain dari prinsip kedua ini. Pertama, dalam menyusun abstraksi-abstraksi haruslah berurutan. Sebab bila dalam suatu tingkatan tertentu konsep tidak dikuasai secara sempurna, maka pada tingkat selanjutnya akan semakin mengalami kesulitan. Keterkaitan seperti ini hanya dijumpai pada pelajaran Matematika tetapi tidak pada pelajaran-pelajaran yang lain. Kita dapat mengerti ilmu bumi tentang Afrika meskipun kita tidak mempelajari ilmu bumi tentang Eropa. Sejarah abad ke-19 dapat dikuasai walaupun kita tidak mempelajari peristiwa abad ke 18. Dalam fisika, orang bisa mengerti panas dan cahaya birapun ia tidak mengerti suara. Sedangkan untuk bisa menguasai Aljabar harus betul-betul memahami ilmu hitung, sebab ilmu hitung mendasari ilmu aljabar. Karena itu, belajar aljabar tanpa menguasai ilmu hitung  adalah hal yang mustahil. Karena banyak siswa yang mempelajari ilmu tidak sempurna, tidaklah mengherankan bahwa matematika menjadi sebuah buku yang tertutup bagi mereka. Bahkan bagi mereka yang memulai   (belajar ) dengan baik, oleh karena absen, kurang perhatian, atau alasan lain, dapat gagal membentuk konsep pada suatu tahap tertentu. Akibatnya, konsep–konsep berikutnya yang tergantung pada konsep itu mungkin tidak akan pernah dipahami. Akibat lainnya, siswa bisa kehilangan ketajaman pikirannya. Tetapi, akibat yang terakhir ini masih bisa diperbaiki bila dimungkinkan untuk melakukan penjajakan kembali; misalnya kalau buku yang dipakai memuat penjelasan yang cukup rinci dan bukan sekedar berupa kumpulan soal–soal latihan. Berarti keberhasilan juga ditentukan sebagian oleh kemampuan siswa belajar sendiri.

Konsekuensi yang kedua adalah sumbangan konsep-konsep yang diperlukan untuk menentukan langkah-langkah baru dalam mengabstraksi haruslah tersedia. Ini berarti bahwa  kapan-kapan saja konsep masa lalu diperlukan,  konsep itu  harus yang dapat diakses. Dan hal ini tidak cukup hanya mempelajari konsep tersebut di masa lalu karena konsep itu setiap kali diperlukan. Lagi–lagi ini berkaitan dengan tersedia atau tidaknya syarat–syarat untuk melakukan pelacakan kembali. Bagi pemula, bimbingan guru sangat bermanfaat dalam melakukan pekerjaan ini. Sedang bagi siswa yang aktif akan lebih baik bila melakukannya atas kesadaran sendiri. Implikasinya, suatu jawaban dari pertanyaan mempunyai arti yang lebih banyak bagi yang bertanya dibanding yang mendengar.

Belajar dan Mengajar
Dalam belajar matematika, meskipun kita mampu mengkreasikan suatu konsep dalam pikiran kita, namun tidak bila lepas dari konsep-konsep matematika yang ditemukan oleh ahli matematika terdahulu. Seorang jeniuspun tidak akan melakukanya tanpa ini (konsep-konsep terdahulu). Hal ini terutama pada tahap awal menjadikan dan pada kebanyakan siswa sangat bergantung pada pengajaran yang baik. Untuk mengetahui apai itu matematika, bagaimana mengajarkannya dan bagaimana mengkomunikasikannya pada orang yang tingkat konseptualnya lebih rendah merupakan beberapan hal yang perlu diperhatikan. Khusus mengenai bagaimana mengajarkan matematika pada orang yang tingkat konseptualnya lebih rendah saat ini kurang mendapat perhatian. Akibatnyan banyak siswa selama sekolah tidak suka bahkan takut terhadap matematika.
Banyak usaha yang telah dilakukan untuk memperbaiki hal ini. Misalnya, dengan memperkenalkan silabi model baru, penyajian yang lebih menarik, penyajian melalui TV dan lain-lain. Semua usaha ini akan lebih berarti bila proses mental yang terjadi dalam matematika juga diperhatikan. Dalam pembahasan ini, biarpun kita sedang membicarakan konsep-konsep matematika, namun kebanyakan contoh yang dipakai adalah non matematika. Konsep-konsep matematika dihasilkan dari beberapa pengabstraksian, disimpulkan dari abstraksi-abstraksi dan seterusnya, sehingga alas an psikologis yang semula dalam bahaya menjadi hilang oleh kekomplekkan contoh-contoh matematika. Bahkan setelah diperiksa topik-topik sederhana seperti menghitung perkalian panjang, banyak memuat konsep-konsep tingkat rendah.

Rangkuman
Dari hasil analisis dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.       Abstraksi adalah sebuah aktifitas berfikir secara sadar akan kesamaan-kesamaan di antara pengalaman-pengalaman kita. Sedangkan klasifikasi ialah pengelompokan pengalaman-pengalaman yang mempunyai kesamaan-kesamaan dari hasil abstraksi.
2.       Mengabstraksi berarti merubah sikap yang terdahulu sehingga menghasilkan pengalaman baru dalam mengelompokan suatu objek berdasarkan kemiripan sifat dari suatu kelompok yang telah terbentuk. Sedangkan mengklasifikasi artinya mengumpulkan secara bersama pengalaman kita dengan dasar dari kesamaan.
3.       Konsep matematika adalah sebuah pengertian yang abstrak, dan merupakan hasil dari suatu aktivitas. Ada dua macam konsep yaitu konsep yang berasal dari rangsangan kita yang dinamakan konsep primer dan konsep berdasarkan penggerak pengalaman kita di dunia luar dinamakan konsep sekunder.
4.       Ada dua cara yang mungkin dapat kita lakukan, yaitu memberikan suatu definisi dan memberikan contoh beberapa objek yang berhubungan
5.       Terdapat dua cara membangun konsep yaitu pertama, konsep dapat terbentuk dari pengklasifikasian contoh-contoh perbuatan sehingga dapat digunakan untuk membangun suatu konsep. Kedua, dengan mendengar, membaca atau sebaliknya dengan memberi nama atau simbol lainya pada sebuah koonsep.
6.       Ada dua prinsip dalam mempelajari matematika antara lain:
a.       Konsep yang lebih tinggi yang dimiliki seseorang tidak dapat dikomunikasikan kepada siswa hanya dengan sebuah definisi, melainkan dengan mengatur sedemikian rupa sehingga ia menemukan sejumlah contoh-contoh yang cocok dan contoh-contoh yang tidak cocok dengan konsep tersebut.
b.      Dalam metamatika, contoh-contoh selalu mendasari banyak konsep. Ini berarti bahwa contoh-contoh itu harus dikuasai di dalam pemikiran siswa  sehingga konsep-konsep itu dapat dikuasai oleh siswa.

Komentar